Senin, 05 Desember 2011

ASKEP AMPUTASI


PENDAHULUAN
Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia diatas 60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat penyakit vascular perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma, (cedera,remuk dan luka bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vascular parifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas bawah.
Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kwalitas hidup pasien.
Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi pasien mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh.







PEMBAHASAN
A.   Pengertian
Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh atau anggota gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker (PSIK FKUI,1996).
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah /traumatik pada tungkai (Doenges,2000). Dalam kamus kedokteran Dorland, amputasi adalah memotong atau memangkas, pembuangan suatu anggota badan.
Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi dalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh  atau anggota garak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker melalui proses pembedahan.

B.   Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah :
1)      Iskemia. Karena penyakit vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes militus), gangrene, tumor ganas, infeksi dan arterosklerosis. Penyakit vaskularisasi perifer merupakan penyebab tertinggi amputasi ekstremitas bawah (Smeltzer,2002).
2)      Trauma. Dapat diakibatkan karena perang, kecelakaan thermal injury seperti luka bakar, cedera remuk dan sebagainya.

C.    Patofisiologi
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan metode :
1)      Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2)      Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.

D.   Tingkatan amputasi
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Dimana mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Untuk itu pembedahan atau amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Dimana tindakan ini merupakan pilihan terakhir manakala organ mengalami iskemia atau kematian jaringan pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain atau manakala organ dapat membahayakan tubuh klien secara utuh/merusak organ yang lain.

Tempat amputasi ditentukan berdasarkan 2 faktor yaitu :
1.      Peredaran darah pada bagian yang akan diamputasi
2.      Kegunaan fungsional
Untuk batas amputasi pada cedera ditantukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.

Pada tubuh tingkatan amputasi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1.      Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan/kiri. Untuk itu kehilangan ekstermitas atas akan menimbulkan masalah yang spesifik hal ini berkaitan dengan aktifitas sehari-hari, seperti makan,minum, mandi dan sebagainya yang melibatkan tangan.



2.      Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang dapat mempengaruhi keseimbangan menekan pada waktu berjalan. Karena itu makin besar tingkat amputasi makin besar energi yang dibutuhkan untuk ambulasi.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi 2 letak yaitu :
1)      Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)
Ada dua metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan ischemic limb.
2)      Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3.      Nekrosis.
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi
4.      Kontraktur.
 Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan
5.      Neuroma.
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6.      Phantom sensation.
 Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
E.    Penatalaksanaan amputasi
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan  menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
Amputasi.
Amputasi  bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.


Protesis.
 Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.

Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas berat atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :
Ø  Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga menurunkan kecepatan metabolismebasal.

Ø  System musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
Ø  System integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali darah.

F.    Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.

G.   Pemeriksaan diagnostik
1)   Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2)   CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan pembentukan hematoma.
3)   Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah amputasi.
4)   Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran darah
5)   Tekanan O2 transkutaneus untuk member peta pada area perfusi paling besar dan paling kecil dalam ketrelibatan ekstremitas.

ASKEP ALZHEIMER


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

      Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas. Penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. Perkiraan terakhir menyatakan bahwa sekitar 10 % orang dalam kelompok usia ini menderita penyakit ini. Penyakit ini cepat meluas dalam  kalangan populasi usia lanjut, dan diperkirakan pada tahun 2050 akan ada 14 juta penderita penyakit ini. Penyakit ini tidak hanya menimbulkan dampak bagi system pelayanan kesehatan ( kebutuhan akan panti werda, pelayanan kesehatan bagi rawat jalan bagi orang dewasa, fasilitas perawatan akut dan dana riset ), tetapi juga akan menimbulkan stress bagi para anggota keluarga.
B.     Tujuan
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medical Bedah
2.      Sebagai sumber informasi bagi rekan – rekan mahasiswa dalam menambah pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan Pasien penderita penyakit Alzheimer.
3.      Dapat menjadi sumber pedoman dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan Pasien penderita penyakit alzheimer












BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    Konsep Dasar
      Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas. ( Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit, buku 2 hal 1003 ). Juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel – sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun ( Perawtan Medikal Bedah : jilid 1, hal 173 )
      Perkiraan terakhir menyatakan bahwa sekitar 10 % orang dalam kelompok usia ini menderita penyakit ini. Penyakit ini cepat meluas dalam  kalangan populasi usia lanjut, dan diperkirakan pada tahun 2050 akan ada 14 juta penderita penyakit ini. Penyakit ini tidak hanya menimbulkan dampak bagi system pelayanan kesehatan ( kebutuhan akan panti werda, pelayanan kesehatan bagi rawat jalan bagi orang dewasa, fasilitas perawatan akut dan dana riset ), tetapi juga akan menimbulkan stress bagi para anggota keluarga yang harus merawatnya.
B.     Etiologi
Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini  diketahui, tetapi ada tiga teori utama mengenai penyebabnya :
·         Virus lambat dengan masa inkubasi 2 – 30 tahun
·         Proses  otoimun ( dengan 2 tipe Amigdaloid )
·         Keracunan Aluminium ( yang paling Populer )
Salah satu penyebab yang mempersulit penegakan diagnosa Alzheimer adalah bukti yang hanya didapat dari hasil outopsi. Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai tiga tingkatan kondisi yang berbeda. Diagnosa Alzheimer ditegakkan setelah ditelusuri terjadi kehilangan daya ingatan diluar kondisi – kondisi berikut :
1.      Anemia pernisiosa
2.      Reaksi obat – obatan
3.      Ketidakseimbangan Hormonal
4.      Depresi
5.      Penyalahgunaan obat dan alcohol
6.      Tumr otak
7.      Meningitis kronis
8.      Trauma kepala
9.      Penyakit Pick
10.  Penyakit Parkinsonm dengan dimensia
Tanda dan gejala penyakit Alzheimer timbulnya progresif, kecepatan timbul bervariasi dari orang yang satu dengan orang yang lain. Pada beberapa kasus menurunnya kondisi sangat cepat, pada umumnya kekacauan berlangsung sedikit demi sedikit. Penyebab kematian biasanya pneumoni dan infeksi yang lain.

C.    Manifestasi Klinis

Gejala – gejalanya sangat bervariasi :
1.      Pada awal penyakit, kelupaan dan terjadi kehilangan ingatan atau memori yang rinci.
2.      Keterampilan – keterampilan social dan pola–pola prilaku tetap utuh (pada awalnya )
3.      Kelupaan termanifestasi banyak dalam tindakan keseharian sejalan dengan perkembangan penyakit, misalnya kehilangan arah dalam lingkungan yang sudah amat dikenal atau mengulang cerita yang sama
4.      Kemampuan untuk merumuskan konsep – konsep dan berpikir secara abstrak menghilang
5.      Dapat menunjukkan prilaku inpulsif yang tidak sesuai
6.      Perubahan kepribadian negatif, misalnya : menjadi depresi, mudah curiga, paranoid, bermusuhan dan bahkan mengamuk
7.      Keterampilan berbicara menyimpang pada suku – suku kata yang tidak berarti, agitasi dan peningkatan aktivitas fisik
8.      Akhirnya akan membutuhkan bantuan untuk semua aspek kehidupan

D.    Patofisiologi

Pasien dengan penyakit Alzheimer mengalami banyak kehilangan neuron – neuron hipokampus dan korteks tanpa disertai kehilangan parenkim otak. Selain itu juga terjadi kekusutan neurofibliar yang difus pada plak senilis ( makin banyak plak senilis makin berat gejala – gejalanya ). Kedua perubahan  patologis terakhir ini bukan merupakan cirri khas penyakit Alzheimer, karena juga ditemukan pada penderita ensefalopati timah dan sindrom down. Hasil penemuan terakhir menunjukan adanya kaitan dengan kelainan neurotransmitter dan enzim – enzim yang berkaitan dengan metabolisme neurotransmitter tersebut. Tampak adanya penurunan dari kolin asetiltransferase.
Pada otopsi otak penderita penyakit Alzheimer menunjukan pengurangan neurotransmiterasetilkolin yang bermakna, beberapa otak bahkan hanya mengandung 10 % kadar normal. Beratnya demensia berkaitan langsung dengan penurunan asetilkolin pada otak. Penurunannya akan sangat jelas pada korteks serebri, hipokampus dan amigdala. Hal lain yang masih terus diselidiki oleh para peneliti adalah neurotransmitter peptida, oleh karena somatostatin menurun pada otak penderita penyakit Alzheimer. Factor tambahan lain yang juga masih dalam penyelidikan adalah neurotosisitas dari aluminium. Crapter et al. ( 1979 ) menyatakan bahwa ada kegagalan dalam sitem transfor membran pada pasien – pasien penyakit Alzheimer, yang memungkinkan interaksi antara aluminium dan kromatin yang menyebabkan perubahan patologi dalam sintesis protein dan perubahan neurofibriliar.

E.     Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik untuk penyakit Alzheimer tidak ada yang spesifik. CT Scan dipakai menelusuri kondisi abnormal yang lain. Seringkali percobaan neuropsikologi dapat mengetahui perubahan ketidak mampuan berpikir. Riwat keluarga sering membantu menegakkan diagnosa.
Pasien yang memperlihatkan gejala – gejala dimensia harus diperiksa untuk dideteksi terhadap kemungkinan adanya penyebab nutrisional, endokrin dan infeksi yang reversible. Selain dari pemeriksaan fisik dan neurologis yang lengkap, sering dilakukan pemeriksaan hitung sel darah lengkap elektrolit serum, vitamin B12 dan pemeriksaan fungsi thyroid.
Tes penglihatan dan pendengaran dilakukan untuk menentukan adanya penurunan ( kehilangan ) yang mungkin disebabkan oleh kontribusi pada disorientasi, alam perasaan yang melayang, perubahan persepsi sensoris ( salah satu dari gangguan kognitif ).

F.     Pengobatan

1.      Antipsikolitik seperti halopiridol, tioridozin, dapat digunakan untuk mengontol agitasi dan halusinasi
2.      Mallril, jarang digunakan karena adanya beberapa efek samping yang bersifat ektrapiramidal meningkatnya kekacauan mental, masalah penglihatan dan terutama gangguan berdiri dan berjalan.
3.      Vasodilatator seperti siklondelat, dapat meningkatkan kesadaran mental tetapi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
4.      Ergoloid mesilat, meningkatkan metabolisme
5.      Anti depresi, mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur.
















BAB III

Asuhan Keperawatan



Dasar data pengkajian pasien :
6.      Aktifitas istirahat
Gejala        : merasa lelah
Tanda        : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
                    Letargi dan gangguan keterampilan motorik.